Tafsir Allah itu lebih dekat dari urat leher oleh Habib Munzir Al Musawwa
Pertanyaan
Saya ingin bertanya tentang makna ayat: Jika ditanya tentang aku, katakan “Aku ini dekat”. Atau ayat lain “Kami lebih dekat dengan urat leher”.
1. Apakah benar menurut ulama Salaf maksud Aku/Kami di sini bukan Allah, tetapi Pengabulan Doa dan Malaikat.
2. Apakah boleh kita mensifati Allah itu Dekat dengan ayat tersebut?
Jawaban Habib Munzir
1. Mengenai ayat pertama, bahwa maknanya adalah kedekatan Allah, diriwayatkan ketika para sahabat bertanya pada nabi saw : “dimanakah Robb kita?”, maka turunlah ayat
: “Bila hamba Ku bertanya tentang aku katakanlah aku dekat..dst” (Tafsir Imam Attabari Juz 2 hal 158, Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 1 hal 219),
mengenai ayat Allah lebih dekat dari urat leher bahwa Allah swt itu membatasi setiap celah dalam diri kita, antara leher dan jantung terdapat pembatas, antara hati dan tubuh terdapat pembatas, antara hati dan ruh terdapat pembatas, dan Allah menguasai setiap batasan batasan itu, hingga bisa saja yg dikehendaki hati tidak mampu dilaksanakan akal, atau yg dikehendaki akal tak mampu dilaksanakan tubuh, atau yg diinginkan hati tak mampu dilakukan ruh, karena kekuasan Allah ada diantara batas batas itu, Allah mampu menghalangi atau merubahnya dg takdir Nya swt, saat hati berniat jahat bisa saja Allah memurnikan akal tuk menolaknya, saat akal berniat jahat bisa saja Allah melumpuhkan tubuh tuk melakukannya, demikian pula firman Nya swt : Allah membatasi antara manusia dan hatinya . (Tafsir Imam Attabari Juz 9 ha 217)
Bila kaum salafi menafsirkan kalimat Aku menjadi malaikat dan pengabulan doa?, maka mereka mendapat sumber darimanakah?
2. Allah dekat tanpa sentuhan dan jauh tanpa jarak, Allah tak bisa dikiaskan bagaikan manusia, bila jauh jaraknya maka jauh pula wujudnya, bila dekat maka dekat pula wujudnya, Allah berbeda dengan makhluk yg terikat dengan jarak dan tempat, Allah tak terikat dg jarak dan tempat, Allah menguasai seluruh Hamba Nya swt dan menguasai seluruh Alam semesta tanpa membutuhkan jarak dan tempat.
Zaman dahulu, orang yg jaraknya 500km dari kita akan merasa sangat sulit jumpa dg anda, mungkin ia akan sedih dan menangis bila teringat temannya, namun masa kini saat A rindu dg B, maka B masuk kamar mandi dan saat ia selesai mandi temannya yg jaraknya 500km darinya sudah didepannya, ini bisa terjadi masa kini, karena pesawat udara masa kini hanya butuh 30 menit tuk mencapai jarak 500km.
A menjerit menangis dalam kesusahan, ia butuh dana 10 juta untuk membayar kontrak rumahnya pada B, maka zaman dulu ia harus kalangkabut berhari hari mencari teman yg bisa menolongnya, masa kini ia cukup sms C lewat hp nya, maka C mentransfer uang lewat Layanan Banking di hp nya, 3 detik saja maka A sudah punya uang 10 juta, lalu ditransfer ke rek B lewat hp nya pula, maka Cuma 6 detik uang 10 juta sampai ke C.
Demikian cepatnya uang bisa didapat, demikian cepatnya dapat jumpa, dan sekarang A ingin namanya dikenal di seluruh dunia, maka A cukup ke warnet, ia masukkan namanya di salah satu web manasaja : Namaku si A. cukup dg uang 1000 rupiah atau kurang, dalam sekejap namanya sudah tersebar keseluruh dunia, lalu adakah jarak yg masih membatasi kita dengan penduduk di seluruh dunia?, seakan akan tak ada jarak lagi….
Bagaimana dengan Allah.. maha Raja Alam semesta, Yang Maha menciptakan waktu dan tempat, akankah baginya ada jarak pula yg membatasi Nya?
saudaraku, makna kalimat NAHNU yg dijelaskan oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya secara lafadh memang malaikat, namun Imam Ibn Katsir bukan memaksudkan malaikat sendiri, namun Allah dan malaikat lebih dekat kepada seseorang dari urat leher mereka sendiri.
kalimat NAHNU tidak bisa dimaknakan malaikat secara mutlak tanpa dibarengi Dzat Allah swt, karena NAHNU bermakna KAMI, bila maknanya malaikat, maka malaikatlah yg berfirman, bukan Firman Allah swt.
maka ucapan KAMI adalah ucapan malaikat, tentunya bukan demikian yg dimaksudkan oleh Imam Ibn Katsir, beliau menjelaskan bahwa Allah dengan Qudrat Nya swt menjadikan malaikat itu lebih dekat dari seseorang daripada dirinya sendiri, namun sesekali bukan menafikan Allah swt dari kedekatan pada orang itu.
maka jelaslah maknanya bahwa Qudratullah swt itu lebih dekat kepada manusia itu daripada malaikat kepada manusia itu, karena Allah lah yg mengatur kedekatan itu, maka Qudrat Nya swt lebih dekat kepada manusia itu daripada malaikat.
namun berkata Imam Ibn katsir bahwa Allah swt memakai Dhomir Nahnu adalah dimaksudkan jangan ada pemahaman perpaduan atau persatuan tubuh dengan Dzat Allah dalam ayat tersebut.
namun seseekali bukan menafikan kedekatan Allah swt dari manusia itu, hingga merubah makna KAMI adalah malaikat, hingga yg berkata itu adalah malaikat, tentunya bukan demikian.
lalu bagaimana dengan hadits Qudsiy : “Aku bersama hamba Ku saat Hamba Ku mengingat Ku…. ” (shahih Bukhari). bahkan dalam hadits Qudsi itu dikatakan bila hamba Ku mendekat pada Ku sejengkal aku mendekat pada Nya sehasta, bila hamba Ku mendekat pada Ku satu hasta maka Aku mendekat pada Nya satu depa, bila ia mendekat pada Ku dengan berjalan maka aku mendekat padanya dengan berlari”
bukanlah ini berarti berjarak dekat?, tentunya jarak tidak bisa dikiaskan pada Dzat Nya swt, lalu apakah Allah berlari mendatangi kita?, tentunya hal ini bermakna kiasan besarnya penghargaan Allah kepada Hamba Nya yg berdzikir dan ingin dekat pada Nya swt, demikian pula ayat diatas, bahwa Allah swt dekat tanpa jarak dan sentuhan.
namun sesekali bukan menafikan Allah dari dekat pada hamba Nya dengan merubah makna ayat tentang ucapan Allah menjadi ucapan malaikat.
Sumber Habib Munzir
Saya ingin bertanya tentang makna ayat: Jika ditanya tentang aku, katakan “Aku ini dekat”. Atau ayat lain “Kami lebih dekat dengan urat leher”.
1. Apakah benar menurut ulama Salaf maksud Aku/Kami di sini bukan Allah, tetapi Pengabulan Doa dan Malaikat.
2. Apakah boleh kita mensifati Allah itu Dekat dengan ayat tersebut?
Jawaban Habib Munzir
1. Mengenai ayat pertama, bahwa maknanya adalah kedekatan Allah, diriwayatkan ketika para sahabat bertanya pada nabi saw : “dimanakah Robb kita?”, maka turunlah ayat
: “Bila hamba Ku bertanya tentang aku katakanlah aku dekat..dst” (Tafsir Imam Attabari Juz 2 hal 158, Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 1 hal 219),
mengenai ayat Allah lebih dekat dari urat leher bahwa Allah swt itu membatasi setiap celah dalam diri kita, antara leher dan jantung terdapat pembatas, antara hati dan tubuh terdapat pembatas, antara hati dan ruh terdapat pembatas, dan Allah menguasai setiap batasan batasan itu, hingga bisa saja yg dikehendaki hati tidak mampu dilaksanakan akal, atau yg dikehendaki akal tak mampu dilaksanakan tubuh, atau yg diinginkan hati tak mampu dilakukan ruh, karena kekuasan Allah ada diantara batas batas itu, Allah mampu menghalangi atau merubahnya dg takdir Nya swt, saat hati berniat jahat bisa saja Allah memurnikan akal tuk menolaknya, saat akal berniat jahat bisa saja Allah melumpuhkan tubuh tuk melakukannya, demikian pula firman Nya swt : Allah membatasi antara manusia dan hatinya . (Tafsir Imam Attabari Juz 9 ha 217)
Bila kaum salafi menafsirkan kalimat Aku menjadi malaikat dan pengabulan doa?, maka mereka mendapat sumber darimanakah?
2. Allah dekat tanpa sentuhan dan jauh tanpa jarak, Allah tak bisa dikiaskan bagaikan manusia, bila jauh jaraknya maka jauh pula wujudnya, bila dekat maka dekat pula wujudnya, Allah berbeda dengan makhluk yg terikat dengan jarak dan tempat, Allah tak terikat dg jarak dan tempat, Allah menguasai seluruh Hamba Nya swt dan menguasai seluruh Alam semesta tanpa membutuhkan jarak dan tempat.
Zaman dahulu, orang yg jaraknya 500km dari kita akan merasa sangat sulit jumpa dg anda, mungkin ia akan sedih dan menangis bila teringat temannya, namun masa kini saat A rindu dg B, maka B masuk kamar mandi dan saat ia selesai mandi temannya yg jaraknya 500km darinya sudah didepannya, ini bisa terjadi masa kini, karena pesawat udara masa kini hanya butuh 30 menit tuk mencapai jarak 500km.
A menjerit menangis dalam kesusahan, ia butuh dana 10 juta untuk membayar kontrak rumahnya pada B, maka zaman dulu ia harus kalangkabut berhari hari mencari teman yg bisa menolongnya, masa kini ia cukup sms C lewat hp nya, maka C mentransfer uang lewat Layanan Banking di hp nya, 3 detik saja maka A sudah punya uang 10 juta, lalu ditransfer ke rek B lewat hp nya pula, maka Cuma 6 detik uang 10 juta sampai ke C.
Demikian cepatnya uang bisa didapat, demikian cepatnya dapat jumpa, dan sekarang A ingin namanya dikenal di seluruh dunia, maka A cukup ke warnet, ia masukkan namanya di salah satu web manasaja : Namaku si A. cukup dg uang 1000 rupiah atau kurang, dalam sekejap namanya sudah tersebar keseluruh dunia, lalu adakah jarak yg masih membatasi kita dengan penduduk di seluruh dunia?, seakan akan tak ada jarak lagi….
Bagaimana dengan Allah.. maha Raja Alam semesta, Yang Maha menciptakan waktu dan tempat, akankah baginya ada jarak pula yg membatasi Nya?
saudaraku, makna kalimat NAHNU yg dijelaskan oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya secara lafadh memang malaikat, namun Imam Ibn Katsir bukan memaksudkan malaikat sendiri, namun Allah dan malaikat lebih dekat kepada seseorang dari urat leher mereka sendiri.
kalimat NAHNU tidak bisa dimaknakan malaikat secara mutlak tanpa dibarengi Dzat Allah swt, karena NAHNU bermakna KAMI, bila maknanya malaikat, maka malaikatlah yg berfirman, bukan Firman Allah swt.
maka ucapan KAMI adalah ucapan malaikat, tentunya bukan demikian yg dimaksudkan oleh Imam Ibn Katsir, beliau menjelaskan bahwa Allah dengan Qudrat Nya swt menjadikan malaikat itu lebih dekat dari seseorang daripada dirinya sendiri, namun sesekali bukan menafikan Allah swt dari kedekatan pada orang itu.
maka jelaslah maknanya bahwa Qudratullah swt itu lebih dekat kepada manusia itu daripada malaikat kepada manusia itu, karena Allah lah yg mengatur kedekatan itu, maka Qudrat Nya swt lebih dekat kepada manusia itu daripada malaikat.
namun berkata Imam Ibn katsir bahwa Allah swt memakai Dhomir Nahnu adalah dimaksudkan jangan ada pemahaman perpaduan atau persatuan tubuh dengan Dzat Allah dalam ayat tersebut.
namun seseekali bukan menafikan kedekatan Allah swt dari manusia itu, hingga merubah makna KAMI adalah malaikat, hingga yg berkata itu adalah malaikat, tentunya bukan demikian.
lalu bagaimana dengan hadits Qudsiy : “Aku bersama hamba Ku saat Hamba Ku mengingat Ku…. ” (shahih Bukhari). bahkan dalam hadits Qudsi itu dikatakan bila hamba Ku mendekat pada Ku sejengkal aku mendekat pada Nya sehasta, bila hamba Ku mendekat pada Ku satu hasta maka Aku mendekat pada Nya satu depa, bila ia mendekat pada Ku dengan berjalan maka aku mendekat padanya dengan berlari”
bukanlah ini berarti berjarak dekat?, tentunya jarak tidak bisa dikiaskan pada Dzat Nya swt, lalu apakah Allah berlari mendatangi kita?, tentunya hal ini bermakna kiasan besarnya penghargaan Allah kepada Hamba Nya yg berdzikir dan ingin dekat pada Nya swt, demikian pula ayat diatas, bahwa Allah swt dekat tanpa jarak dan sentuhan.
namun sesekali bukan menafikan Allah dari dekat pada hamba Nya dengan merubah makna ayat tentang ucapan Allah menjadi ucapan malaikat.
Sumber Habib Munzir
No comments:
Post a Comment