Thobiby Qolby
Wahai yang jauh dariku dan tempatnya di lubuk hati yang terdalam
Posted by: Syukron Tanzilah | March 25, 2013
Biografi Singkat Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad (Shohibur Ratib Al-Haddad)
Di masa kecilnya, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘Wali Al-Quthub’ sejak usianya masih remaja.
Al-Imam
Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, di lahirkan di
Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada
tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di
saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga
menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat.
Meskipun kedua mata beliau tidak dapat
melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan gairahnya untuk
menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam
ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari sejak usia
dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad
al-Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif
Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk
meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa
Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad
berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib Ahmad itu, sampai
setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian
dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah
al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah.
Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari
tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid
untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar
kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya, al-Habib Abdullah
menuturkannya sebagai berikut: “Di masa kecilku, aku sangat gemar dan
bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang
wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin
Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’ Ia
mengucapkan kalimat itu, karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat
kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah
al-Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin
Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan
al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya
kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup
al-Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan
tersendiri, yaitu ketika ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat
terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat
menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari kejadian itu dapat
kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri
sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur
pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat Ashar di masjid
al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah
kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dn dan
kekuatannya semaki menurun, maka al-Habib Abdullah tidak berziarah pada
Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah
pada Hari Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah bin
Alawi al-Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH”
sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu
kali setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu
kali pada waktu enam hari di Bulan Syawal. Selain itu, beliau
mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak
seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah,
khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari
Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam
hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau
selalu menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau
tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk
memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan
mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam
ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah
seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya,
Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin
Alawi al-Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi
Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali
hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi
SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib Abdullah bin
Alawi al-Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai
cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai
kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari
ilmu dan beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah
seratus rakaat setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa
ia selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di
akhir usianya. Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan
dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan:
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan bahwa di masa kecil
beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat
setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena
itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai
‘WALI AL-QUTHUB’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat
kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima
libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin
Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika
al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada
waktu itu, usia al-Habib Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub
itu beliau sandang hingga beliau wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi
Wali al-Quthub lebih dari ’60 Tahun’.
Beliau menuntut ilmu pada ulama’-ulama’
di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah: Sayyiduna Al-Quthub
Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib Al-’Allamah Agil bin
Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid,
Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan
termasuk guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar
kota Makkah Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf, dan
masih banyak lagi guru-guru beliau yang lainnya.
Beliau memiliki banyak murid, diantara
murid-murid belia adalah: Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera
beliau sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib Abdurrahman
bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib
Muhammad bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar,
Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad
bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid
beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib
Abdullah adalah: ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul
al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul
Iddikar, al-Ithaaf as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah,
an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin Malam Selasa
tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota
Tarim-Hadhramaut-Yemen.
Semoga Allah merahmati beliau dengan
rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat
dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..
Karomah Al-Imam Al-‘Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Karamah
adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT
sebagai karunia khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang diberikan
kepada seorang Nabi atau Rasul sebagai bukti kenabian dan kerasulannya.
Kalau seorang Nabi atau Rasul diperintah memperkenalkan diri dan
tugasnya kepada umatnya, dan untuk membuktikan kerasulan atau
kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan mukjizatnya, seperti
ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya di depan
Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda dengan seorang wali dan
karamahnya. Ia tidak diperintah memperkenalkan diri dan menampakkan
karamahnya kepada orang lain, karena ia tidak diperintah untuk
menyebarkan risalah agama. Hanya saja, seorang wali dianjurkan mengajak
orang lain ke jalan Allah SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan
suatu bukti, maka ia boleh minta diberi karamah, misalnya ketika Sunan
Bonang dihadang oleh seorang preman, maka beliau menunjuk tangannya ke
atas pohon, dengan izin Allah SWT si preman melihat buah pohon yang ada
di atasnya berupa emas, sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas
yang ada di atas pohon itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan
perjalanannya dengan lancar. Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas
adalah karamah Allah SWT yang diberikan kepada Sunan Bonang, sehingga
beliau dapat selamat dalam perjalanannya.
Adapun karamah yang diberikan kepada
al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad cukup banyak, sehingga kalau
diungkapkan satu persatunya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang.
Sehingga kami hanya mengungkapkan sebagian kecil saja, seperti yang
dapat di baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah
berkata: “Pada suatu kali aku terlilit hutang yang banyak dan aku tidak
dapat melunasinya, karena aku tidak mempunyai uang. Ketika aku
menyampaikan keluhanku kepada al-Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau
berkata: ‘Semoga esok pagi semua hutangmu dapat terlunasi.’ Ternyata
keesokan paginya, ada seorang lelaki memberiku sepuluh potong pakaian.
Setelah aku menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat
keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah
berkah karamah al-Habib Abdullah al-Haddad.”
Salah satu sahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
Maka dengan izin Allah SWA, lelaki itu
kembali dalam keadaan yang lebih baik, karena hidupnya lebih baik dan
hutang-hutangnya sudah terlunasi. Ia termasuk seorang yang shaleh,
bertakwa dan wara’. Ia banyak mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama
saedekah. Ia sangat yakin kepada al-Habib Abdullah dan kepada
orang-orang shaleh. Ia wafat di Kota Syibam pada tahun empat puluh.
Semoga Allah SWT merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya yang
sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh Abdullah Syarahil
menceritakan kisah asy-Syeikh Umar Bahmid sebagai berikut: “Ada seorang
datang mengadu kepada al-Habib Abdullah tentang sakit perut dan darah
yang banyak keluar dari duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya.
Maka al-Habib Abdullah berkata kepadaku: “Wahai Bahmid, obatilah orang
ini.” Maka aku memegang perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit
orang itu sembuh pada waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu
berpindah kepadaku, sampai aku mengeluh kepada al-Habib Abdullah.
Kemudian beliau memberi makanan kepadaku sambil mengusap perutku dengan
tangannya yang mulia, maka dengan izin Allah SWT penyakitku segera
sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah Syarahil menuturkan,
bahwa al-Habib Ahmad berkata kepadaku: “Aku diberitahu oleh al-Habib
Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah al-Haddad berkata kepadanya: “Aku melihat
ada seorang yang mengeluh sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan
darimu.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
“Lalu akupun segera melaksanakan
perintahnya, hingga penyakit orang itu sembuh, tetapi rasa sakitnya
berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap kepada al-Habib Abdullah,
maka beliau memberitahuku: “Pdnyakit orang itu sudah sembuh, tetapi rasa
sakitnya pindah kepadamu.”
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut:
“Disebutkan bahwa ketika al-Habib
Abdullah pergi menunaikan ibadah haji, maka ada seekor unta yang
melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak seorangpun yang berani
mendekati dan menungganginya, karena lompatannya sangat keras. Ketika
al-Habib Abdullah diberitahu tentang masalah itu, maka beliau mendatangi
unta itu dan meletakkan tangannya di lehernya, maka dengan izin Allah
SWT, maka unta itu menundukkan kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Aku diberitahu oleh salah seorang murid
yang selalu mengikuti al-Habib Abdullah al-Haddad: “Pada suatu hari aku
keluar untuk mengunjungi seorang syeikh yang dikenal oleh penduduk Kota
Tarim dengan nama asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa
memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.”
memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.”
Ketika aku mendatangi al-Habib Abdullah
dan mengeluh kepadanya, maka al-Habib Abdullah mengusap badanku dengan
tangannya yang mulia. Dengan izin Allah dan berkah al-Habib Abdullah
penyakitku segera sembuh dan tidak meninggalkan bekas apapun pada
tubuhku.”
Sumber:
-Mengenal Lebih Dekat al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad
-Menyingkap Rahasia Dzikir & Doa Dalam Ratib al-Haddad
-Mengenal Lebih Dekat al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad
-Menyingkap Rahasia Dzikir & Doa Dalam Ratib al-Haddad
Penghargaan JAzakallahu khair dari blog
https://pecintahabibana.wordpress.com/2013/03/25/biografi-singkat-al-imam-al-allamah-al-habib-abdullah-bin-alawi-al-haddad-shohibur-ratib-al-haddad/