Search Al Quran Here / Cari Al Quran di sini

http://www.quranexplorer.com/quran/

Search This Blog

AlQuran

AlQuran
Tafsir Per Kata

Thursday, March 31, 2016

Kisah Putri Baginda Rasulullah SAW, Fatimah Az- Zahra Binti Muhammad SAW



Fatimah binti Muhammad, atau lebih dikenal dengan Fatimah az-Zahra (Fatimah yang selalu berseri) (Bahasa Arabفاطمة الزهراء) putri bungsu Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadizah.


Siti Fatimah Az Zahra r.a dilahirkan di Makkah, pada hari Jumaat, 20 Jamadil Akhir, lebih kurang lima tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul. Siti Fatimah Az Zahra r.a tumbuh besar di bawah naungan wahyu Ilahi, di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan jahiliyah, di kala sedang hebatnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala.
Kelahiran Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra.
Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fatimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui.

Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi‘ dan Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda :

”Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.” [Ibnul Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]
Di antara anak wanita Rasulullah s.a.w, Fathimah Az-Zahra r.a, merupakan wanita paling utama kedudukannya. Kemuliannya itu diperoleh sejak menjelang kelahirannya, yang didampingi wanita suci sebagaiman yang diucapkan oleh Khadijah:
"Pada waktu kelahiran Fartimah r.a, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraish tetanggaku, untuk menolong. Namun mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah menghianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan terkejut luar biasa ketika melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya disekitar mereka mendekati aku.     
Ketika mereka mendapati aku dalam kecemasan salah seorang dari mereka menyapaku: ‘Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishhaq dan tiga orang yang menyapaku adalah Maryam, Ibunda Isa, Asiah, Putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, Saudara perempuan Musa. Kami semua diperintah oleh Allah untuk mengajarkan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia". Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fathimah r.a lahir."
Meningkat usia 5 tahun, beliau telah ditinggal pergi ibunya. Tidak secara langsung beliau mengantikan tempat ibunya dalm melayani, membantu dan memebela Rasulullah s.a.w, sehingga beliau mendapat gelar Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dan dalam usia yang masih kanak-kanak, beliau juga telah dihadapkan kepada berbagai macam uji coba. Beliau melihat dan meyaksikan perlakuan keji kaum kafir Quraish kepada ayahandanya, sehingga seringkali pipi beliau basah oleh linangan air mata kerana melihat penderitaan yang dialalmi ayahnya.

Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata 
" Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia" Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama.

Pernikahan Fatimah

Setelah Fatimah r.a mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah).”[Tadzkirah Al-Khawash, hal.306]
Kemudian, Jibril as datang untuk mengabarkan kepada Rasulullah saw, bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib. Tak lama setelah itu, Ali datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah. Sang ayah pun menghampiri putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?” Fatimah diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.” [Dzkha’irAl-Ukba, hal. 29]
Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang menantu seraya berkata, “Bangunlah! ‘Bismillah, bi barakatillah, masya’ Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu ‘alallah.”
Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah. Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan keturunannya dari setan yang terkutuk.” Rasulullah mencium keduanya sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata, “Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”
Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu.”
Acara pernikahan itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu, ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya, karena Islam memerlukan pedang itu, dan tidak setuju apabila Ali menjual perisainya.
 Dengan mas kawin hanya 400 dirham,  dia memulakan penghidupan dengan wanita yang sangat dimuliakan Allah di dunia dan di akhirat. Dan ’Ali pun menikahi Fathimah, dengan menggadaikan baju besinya kepada Ustman bin Affan itulah, dan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Rosulullah berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Kemudian Rosulullah bersabda: 

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Selanjutnya  Rasulullah  mendoakan keduanya: 

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”

 (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).

Bersuamikan Ali bin Abi Thalib bukanlah satu kebanggaan yang menjanjikan kekayaan harta. Karena Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang daripada empat sahabat yang sangat rapat dengan Rasulullah merupakan sahabat yang sangat miskin berbanding dengan yang lain (Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan). 

Namun jauh di sanubari Rasulullah tersimpan perasaan kasih dan sayang yang sangat mendalam terhadap Ali bin Abi Thalib. Rasulullah pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Fatimah lebih kucintai daripada engkau, namun dalam pandanganku engkau lebih mulia daripada dia.” (HR Abu Hurairah).

Dengan demikian wanita pilihan untuk lelaki pilihan. Fatimah mewarisi akhlak ibunya Siti Khadijah. Tidak pernah membebani dan menyakiti suami dengan kata-kata atau sikap. Senantiasa senyum menyambut kepulangan suami hingga hilang separuh masalah suaminya.


Buah Hati

Keluarga Azzahra dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang kepada suami dan anak-anaknya. Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama “Hasan”. Rasul saw sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah Allah SWT berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw dari Fatimah Azzahra r.a. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka sebagai buah hatinya di dunia.
Bila Rasulullah saw keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di haribaannya dengan penuh kehangatan. Suatu hari Rasul saw lewat di depan rumah Fatimah r.a. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan, “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”
Satu tahun berselang, Fatimah r.a melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah itu dengan nama-nama tersebut. Dan begitulah Allah SWT menghendaki keturunan Rasul saw berasal dari putrinya Fatimah Zahra.

Dalam suatu kisah menceriterakan tentang keadaan rumah tangga Ali bin Abi Thalib yang hidup miskin dan serba kekurangan setelah menikah dengan Fatimah binti Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik-baik wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”

Itulah jawaban Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Fatimah mengadukan keadaan keluarganya.
Suatu ketika, Rosulullah keluar dari rumah Fatimah dengan tanda-tanda kemarahan di wajahnya. Padahal beliau baru saja sampai di rumah Fatimah. Sikap itu sebagai reaksi beliau atas penampilan anaknya yang mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, serta selot pintu rumah yang terbuat dari bahan sejenis perak. Karena memahami sifat Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Fatimah segera mencopot perhiasan dan selot pintu dan menyerahkannya kepada Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata. :

“Jadikanlah semua ini di jalan Allah, ya ayahku”. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat terharu, dan bersabda; “Sungguh kamu telah melakukannya, wahai anakku. Ketahuilah, dunia ini bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah sebesar sayap nyamuk, tak akan ada orang kafir diberi minum setetespun”.

Bukannya  Ali bin Abi Thalib tidak mau menyediakan seorang pembantu untuk isterinya tetapi memang keadaan kefakiranlah yang sedemikian rupa. Ali bin Abi Thalib pun cukup memaklumi isterinya yang setiap hari menguruskan anak-anak, memasak, membasuh dan menggiling tepung, dan yang lebih memenatkan lagi bila terpaksa mengambil air melalui jalan yang berbatu-batu jauhnya sehingga kelihatan tanda di bahu kiri dan kanannya. Suami mana yang tidak saying kepada isterinya. Pada suatu ketika bila Ali bin Abi Thalib berada di rumah turut  menyinsing lengan membantu istrinya menggiling tepung di dapur. “Terima kasih suamiku,” bisik Fatimah kepada suaminya. Usaha sekecil itu, di celah-celah kesibukan sudah cukup berkesan dalam membelai perasaan seorang isteri.
Suatu hari, Rasulullah masuk ke rumah anaknya, didapati puterinya (Fatimah) yang berpakaian kasar itu sedang mengisar biji-biji gandum dalam linangan air mata. Fatimah segera mengesat air matanya tatkala menyedari kehadiran ayahanda kesayangannya itu. Lalu ditanya oleh baginda, “Wahai buah hatiku, apakah yang engkau tangiskan itu? Semoga Allah menggembirakanmu.”. Dalam nada sayu, Fatimah berkata, “Wahai ayahanda, sesungguhnya anakmu ini terlalu penat kerana terpaksa mengisar gandum dan menguruskan segala urusan rumah seorang diri. Wahai ayahanda, kiranya tidak keberatan bolehkah ayahanda meminta suamiku menyediakan seorang pembantu untukku?”.
Rosulullah tersenyum seraya bangun mendapatkan kisaran tepung itu. Dengan lafaz Bismillah, Rosulullah meletakkan segenggam gandum ke dalam kisaran itu. Dengan izin Allah, maka berpusinglah kisaran itu dengan sendirinya. Hati Fatimah sangat terhibur dan merasa sangat gembira dengan hadiah istimewa dari ayahandanya itu. Habis semua gandumnya dikisar dan batu kisar itu tidak akan berhenti selagi tidak ada arahan untuk berhenti, sehingga Rasulullah menghentikannya. 
Bersabdalah Rasulullah dengan kata-kata yang masyhur, “Wahai Fatimah, Gunung Uhud pernah ditawarkan kepadaku untuk menjadi emas, namun ayahanda memilih untuk keluarga kita kesenangan di akhirat.” Jelas, Rasulullah mau mendidik puterinya bahawa kesusahan bukanlah penghalang untuk menjadi solehah.
Ayahanda yang penyayang terus merenung puterinya dengan pandangan kasih sayang, “Puteriku, mahukah engkau kuajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kau pinta itu?”. “Tentu sekali ya Rasulullah,” jawab Siti Fatimah kegirangan. Rasulullah  bersabda:

“Jibril telah mengajarku beberapa kalimah. Setiap kali selesai sembahyang, hendaklah membaca ‘Subhanallah’ sepuluh kali, Alhamdulillah’ sepuluh kali dan ‘Allahu Akbar’ sepuluh kali. Kemudian ketika hendak tidur baca ‘Subhanallah’, ‘Alhamdulillah’ dan ‘Allahu Akbar’ ini sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Ternyata amalan itu telah memberi kesan kepada  Fatimah. Semua pekerjaan rumah tangga dapat dilaksanakan dengan mudah dan sempurna meskipun tanpa pembantu rumah. Itulah hadiah istimewa dari Allah buat hamba-hamba yang hatinya sentiasa mengingatiNya.
Suatu hari masuklah Rasulullah menemui anandanya Fatimmah az-Zahra radhiallahu ‘anha didapati anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah bertanya kepada anandanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, Semoga Allah tidak menyebabkan matamu menangis”. Fathimah berkata, “Ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis”. 
Lalu duduklah Rasulullah di sisi anandanya. Fathimah melanjutkan perkataannya, “Ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta ‘ali (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah”.

Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya “Bismillaahirrahmaanirrahiim”
Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah. Rasulullah meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.
Rasulullah berkata kepada gilingan tersebut, “Berhentilah berputar dengan izin Allah”, maka penggilingan itu berhenti berputar. Lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. 

Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, “Ya Rasulullah, demi Allah, Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah suatu ayat yang berbunyi :

 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan”.
Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, “Bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-Zahra di dalam syurga”. Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.
Rasulullah bersabda kepada anandanya,

“Jika Allah menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat.

Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit.

Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.

Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.

Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do’akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah?.

Ya Fathimah, apabil seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah  akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. 

Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.

Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.

Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah akan memandangnya dengan pandangan rahmat.
Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat),

“Teruskanlah amalmu maka Allah telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang”.

Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyakkan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga seta Allah  akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat”.  (Syarah ‘Uquudil lijjaiin-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani).
Sekarang apa rahasia Ali bin Abi Thalib mencintai Fathimah? Fathimah adalah teman karib semenjak kecil, puteri tersayang Rosulullah, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Rosulullah yang mempesona, baik kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya maupun kecerdasannya. 

Ali bin Abi Thalib sejak Fatimah masih kanak-kanak sudah memperhatikan sifat dan tingkah lakunya, yaitu pada suatu hari ketika ayahnya (Rosulullah) pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan dengan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. 

Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah (sang ayah yang Tepercaya) tidak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik (Fatimah) itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah, di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Ali bin Abi Thalib tak tahu apakah rasa itu (selalu memperhatikan sifat dan tingkah laku Fatimah) disebut cinta?. 
Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan bahwa Fathimah dilamar oleh seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin Ali bin Abi Thalib. Ia merasa diuji karena merasa, apalah ia dibanding dengan Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. 
Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara Ali bin Abi Thalib bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Sedangkan aku (Ali bin Abi Thalib) semasa kanak-kanak kurang pergaulan. 
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Siapa budak yang dibebaskan Ali bin Abi Thalib? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah. Ali bin Abi Thalib hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.
”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam Ali bin Abi Thalib. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti, tapi mengambil kesempatan atau mempersilakannya. Dan cinta itu membutuhkan keberanian atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak, dan Ali bin Abi Thalib terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri menyambut Fathimah. Tapi, ujian itu rupanya belum berakhir. 

Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut, yaitu Umar bin Khaththab.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar bin Khaththab memang masuk Islam belakangan, sekitar tiga tahun setelah Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar bin Khaththab dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali bin Abi Thalib mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab..” 
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasulullah, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar bin Khaththab melakukannya?. Ali bin Abi Thalib menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan Rosulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
Umar bin Khaththab  telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’. Umar bin Khaththab adalah lelaki pemberani, sedangkan aku (Ali bin Abi Thalib), sekali lagi sadar. 
Bila dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah, apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.  Umar bin Khaththab  jauh lebih layak, dan Ali bin Abi Thalib pun ridha.
Sekali lagi cinta tak pernah meminta untuk menanti. tapi mengambil kesempatan atau mempersilakannya. Dan cinta itu membutuhkan keberanian atau pengorbanan. Maka Ali bin Abi Thalib pun bingung ketika mendengar kabar lamaran Umar bin Khaththab  juga ditolak.
Ingin menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Rosulullah? Yang seperti ’Utsman bin Affan, sang miliyader yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri  Ali bin Abi Thalib. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. 

Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?.

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, 
kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunannya.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Rosulullah.. ”
.
 Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”.
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”.
Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

Ali bin Abi Thalib pun menghadap Rosulullah, maka dengan memberanikan diri untuk menyampaikan keinginannya menikahi Fathimah. 
Ya, menikahi, dengan sadar secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. 
Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya terjawab, ”Ahlan wa sahlan!” . Kata itu meluncur tenang bersama senyum Rosulullah. Dan Ali bin Abi Thalib pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan?

Bagaimana lamaranmu?”.
”Entahlah..”.
”Apa maksudmu?”.
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban ?”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka.
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”.
Dan ’ Ali bin Abi Thalib  pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
Ali bin Abi Thalib adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” . 
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’ Ali bin Abi Thalib. Ia mempersilakan, atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan,  dan yang kedua adalah keberanian.

Ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi (Fathimah) dalam suatu riwayat dikisahkan
bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali,“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda”.
Ali bin Abi Thalib terkejut dan berkata, “Kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”.
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”. 


Sekian sepenggal Kisah Putri Baginda Rasulullah SAW, Fatimah Az- Zahra Binti Muhammad SAW, semoga kita wanita muslimah mampu meneladani Beliau.
Aamminn....
^_^


Tuesday, March 29, 2016

HADIST MUTSALSAL; SEBUAH DALIL ADANYA SUNNAH TAREKAT!

HADIST MUTSALSAL; SEBUAH DALIL ADANYA KOMUNITAS TAREKAT



Banyak para fundamentalis yang menentang adanya sebuah perkumpulan aliran tarekat. hadist mutsalsal dibawah mungkin bisa dijadikan pencerahan akan bagaimana mungkin sebuah sunnah Rasul dianggap sebagai hal tercela bagi mereka.

كَانَ عَـلِىُّ كَـرَّمَ وَجْهَهُ سَأَلَ النَّبِىَّ صَـلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ دُلَّنِي عـَاـَى أَقْرَبِ الطُّرُقِ إلى الله تَعَالى وأسْهَلِهَا عـَاـَى عِبَادِهِ وأفْضَلَهَا عِنْدَ اللهِ:فَقَالَ ياَعَلـيُّ عَـلَيْكَ بِمُدَاوَمَةِ ذِاكْرِاللهِ تَعَالى فِىى الْخَلَوَاتِ فَقَالَ يَا عَـلِىُّ هَكَذَا فَضِيْلَةُ الذِّكْرِوَكُلُّ االنَّاسِ ذاَكِرُوْنَ فَقَالَ النَّبِىَّ صَـلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ ياَعَلـيّ لَاتَقُوْمُ السَّاعَةُ وَعَاَـى وَجْهِ الأَرْضِ مَنْ يَقُوْلُ:اَللهْ اَللهْ فَقَالَ عَـلِىُّ كَيْفَ اَذْكُرُيَارَسُوْلَ اللهِ. فَقَالَ غَمِّضْ عَيْنَيْكَ وَاسْمَعْ مِنِّى ثَلاَثَ مَرّاتٍ ثُـمَّ قُلْ اَنْتَ ثَلاَثَ مَرّاتٍ وَاَنَا أَسْمَعُ. فَقَالَ النَّبِىَّ صَـلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ لااله الاّ الله ثَلاَثَ مَرّاتٍ مُغَمِّضاً عَيْنَيْهِ رَافِعًا صَوْتَهُ وَعـَلِىٌّ يَسْمَعُ. ثُـمَّ قَالَ عـَلِىٌّ لااله الاّ الله ثَلاَثَ مَرّاتٍ مُغَمِّضاً عَيْنَيْهِ رَافِعًا صَوْتَهُ النَّبِىَّ صَـلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَسْمَعُ. اهـ

Artinya:
“Sahabat Ali Karroma wajhah pernah bertanya kepada Nabi SAW, Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan yang paling dekat menuju Allah, paling mudah mengabdi kepada-Nya, dan paling utama bagi-Nya?. Rasulullah menjawab: Wahai Ali, lestarikanlah zikir kepada Allah didalam waktu sepi, Ali bertanya, apa keutamaan zikir sehingga orang-orang pada berzikir?. Rasulullah menjawab, tidak akan terjadi kiamat di muka bumi selama masih ada orang yang mengucapkan kalimat “Allah..Allah..”. kemudian Ali bertanya, Bagaimana tata caranya aku berzikir ya Rasulullah?. Rasulullah berkata: Pejamkan kedua matamu dan dengarkan aku 3x dan ucapkanlah 3x sedangkan aku mendengarkan. Kemudian Nabi SAW mengucapkan ‘ laa ilaaha illa Allah ‘ 3x seraya memejamkan kedua matanya dan dengan suara yang keras sedangkan Ali mendengarkan. Lalu Ali mengulanginya ‘ laa ilaa hailla Allah ‘ 3x seraya memejamkan kedua matanya dan dengan suara yang keras sedangkan Rasulullah mendengarkan. Di dalam riwayat Imam Thaabari, Baihaqi, dengan sanad muttasil dan shahih ( Rasullullah bersabda kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karroma Wajhah: “Ya Ali, pejamkanlah kedua matamu, tutuplah bibirmu, dan tekuklah lidah ke arah keningmu, lalu ucapkan اللهُ اللهُ اللهُ).”

Kemudian Sayyidina Ali bin Thalib mengajarkan seperti halnya ia diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada puteranya sayyidina Husain bin Fatimah Az-Zahra’ al- Batul binti Maulana Rasul. Kemudian sayyidina Husain mengajarkan kepada sayyidina Zainal Abidin, dan seterusnya kepada sanad-sanad kebawahnya sampai kepada Al Alim Al ‘Alamah Al Bahri al Fahammah, Maulana Syaikh Ahmad Khatib al-Syambas, yang bermukim di Makkah al-Musyarrafah, kampung suq al-Lail, kemudian diajarkan kepada syaikh Al-‘Arif bi al-Allah Abdul Karim Al-Bantani kemudian bermukin di Makkah, kemudian diajarkan kepada Syaikh Al-Adiib An-Nadjib Aswani Al-Bantani, kemudian diajarkan kepada Guru kita Al-‘Arif Al-Washaal Abdul Latif bin Ali Al-Bantani, kemudian diajarkan kepada saya Al Faqir ila Rahmai Rabbihi al-Haq, Muslih bin Abdurahman Qosid al-Haq al-Maraqi (Mragen Jawa Tengah, Indonesia).


copy paste dari  http://ibnzainel-tuvanzy.blogspot.my/2013/04/hadist-mutsalsal-sebuah-dalil-adanya.html

 PERINTAH SUPAYA PELAJARI  LAA ILAHA ILLA ALLAH QS 47:19
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ وَاسْتَغْفِرْ‌ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ 
  ١٩
  Oleh itu, maka tetapkanlah pengetahuanmu dan keyakinanmu (wahai Muhammad) bahawa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan mintalah ampun kepadaNya bagi salah silap yang engkau lakukan, dan bagi dosa-dosa orang-orang yang beriman - lelaki dan perempuan; dan (ingatlah), Allah mengetahui akan keadaan gerak-geri kamu (di dunia) dan keadaan penetapan kamu (di akhirat). (19)

 http://tanzil.net/#47:19

 https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xfl1/v/t1.0-9/12802837_1139371972741848_4911688640740810280_n.jpg?oh=f69c5b24779fe705ab66b850786506fd&oe=57877D40

 Buku yang sangat penting diperintahkan kita belajar ilmu "laa ilaha illaAllah"...

Monday, March 7, 2016

Mengambil Hikmah dari Hati Mursyid dan 12 Sifat yang Harus dimiliki Oleh Seorang Mursyid

Mengambil Hikmah dari Hati Mursyid dan 12 Sifat yang Harus dimiliki Oleh Seorang Mursyid

Mengambil Hikmah dari Hati Mursyid dan 12 Sifat yang Harus dimiliki Oleh Seorang Mursyid
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani (qs)
Sabtu, 6 September 2008; Setelah Sholat Tahajjud dan al-Fajr
Zawiyah Michigan - Amerika Serikat

A'udzu billahi min asy-Syaithaan ir-rajim
Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Nawaytu'l-arba'in, nawaytu'l-'itikaaf, nawaytu'l-khalwah,
nawaytu'l-riyaada, nawaytu's-suluuk, nawaytu'l-'uzlah lillahi ta'ala
fii hadzal-masjid

Nah, [pada sohbet saya sebelumnya] dibahas bahwa untuk mencapai Maqam al-Irsyad (tingkat seorang pembimbing), seseorang harus mempunyai 12 khislah atau sifat yang berbeda. Dua sifat yang pertama dari Allah SWT; 2 sifat yang kedua dari Rasulullah SAW, 2 sifat yang ketiga dari Sayyidina Abu Bakr as-Siddiq, 2 sifat yang keempat dari Sayyidina 'Umar, 2 sifat yang kelima dari Sayyidina 'Utsman, dan 2 sifat yang keenam dari Sayyidina 'Ali. Jadi, coba kalian pikirkan apa saja 2 sifat itu…, yaitu 2 sifat penting yang telah Allah SWT bukakan ke hati para Awliya-Nya, dari samudra pengetahuan-Nya yang tiada batas. Apakah 2 sifat penting yang Allah SWT sukai itu?

Kita mengucapkannya setiap hari. Allah SWT memiliki banyak sekali Nama-nama Indah (Asmaul Husna) yang merupakan Sifat atau Atribut-atributNya. Namun, ada 2 dari AtributNya yang Allah SWT ingin para hambaNya memilikinya. Yaitu, memiliki sifat selalu menutupi dosa dan kesalahan hamba Allah yang lain. Disebutkan bahwa, "dua sifat yang berasal dari Allah SWT adalah: an yakuuna dhak al-wali ghaffaaran wa sattaaran", maksudnya, seorang Wali Allah yang diwarisi 2 Atribut Allah tersebut, yaitu al-Ghaffar (al-Ghafuur) dan al-Sattar. Wali seperti ini sudah dihiasai Allah SWT dengan 2 Atribut-Nya, yaitu (yang pertama) selalu menutupi dosa dan kesalahan sesama hamba Allah SWT. Itu artinya kalian tidak boleh mengungkap aib orang lain. (Dan) itulah cara Allah SWT. Ketika Allah SWT menutupi hambanya, artinya Dia menutupi agar dosa, kesalahan dan aib para hambanya tidak bisa dilihat lagi, seakan-akan tidak pernah ada.

Awliyaullah senantiasa menutupi kesalahan para muridnya, karena mereka harus melaporkan kalian dalam keadaan bersih kepada Rasulullah SAW setiap 24 jam. Jadi, Awliyaullah harus menyingkirkan seluruh kesalahan dari kalian. Nah, ketika Awliyaullah sudah dihiasi dengan manifestasi atau penjelmaaan (tajalli) dari as-Sattar, mereka akan menutupi aib para muridnya. Kemudian dengan penjelmaan dari al-Ghafuur (al-Ghaffar), mereka menyingkirkan aib dan kesalahan itu seakan-akan tidak ada lagi. Jadi, karena Allah SWT adalah al Sattar dan al-Ghaffar, dengan demikian, para mursyid pembimbing pun haruslah bersifat sattar dan ghaffar.

Apakah sattar itu?
(Sekarang ini) ada terlalu banyak wakil Mawlana Syaikh Nazim diseluruh dunia. Apakah mereka mempunyai karakter itu? Apakah Awliyaullah menutupi dan mengampuni murid mereka jika murid menyakiti mereka? Tentu saja para Syaikh punyai kekuatan itu, namun apakah para wakil juga punya? Bila para wakil disakiti oleh murid lainnya, mereka langsung marah. Mereka tidak bisa mengendalikan kesabaran. Kalian tidak bisa duduk di singgasana as-Sattar sampai bisa mengendalikan kesabaran kalian.

Apakah arti dari as-Sattar? Sejak awal -pada hari kalian mengambil bay'at- sampai Hari Kebangkitan nanti seorang Syaikh harus menjamin bahwa kalian bersih hingga kalian bisa selamat tiba di Surga.… Sayyidina Muhammad SAW tidak pernah menyebar luaskan aib atau kesalahan umatnya. Segera setelah beliau bersujud, Allah SWT menginspirasikan do'a yang tidak pernah diberikan kepada siapapun, dan Allah SWT berkata kepada Rasulullah SAW, "Sa'l tu'tah" – "Mintalah, niscaya Aku kabulkan". Rasulullah SAW pun memohon, "Umatku, umatku!" Jangan berpikir kalau kita ini diciptakan untuk lalu ditinggalkan. Tidak begitu. Kita sudah terhubung dengan Sayyidina Muhammad SAW dan dengan para Awliyaullah.

Kalian patut berbahagia. Kalian harus mencuci piring tiap waktu. Kalian harus membuat segalanya bersih tiap waktu, maka Allah SWT akan menjadikan kalian bersih. Jangan berkata, "Kenapa jadi aku?" [Renungkan], apakah yang dilakukan oleh seorang Wali Qutb besar dimasa Sayyidina Ubaydullah al-Ahrar? Dia duduk di luar, di depan pintu, dan apa yang dilakukannya? Membersihkan sepatu. Sedangkan di dalam para ulama duduk bersama sang Syaikh, dia sendiri diluar. Tidak meminta berada di dalam.

Ketika Syaikh Sayyidina Ubaydullah al-Ahrar wafat, para ulama itu berharap kalau Syaikh Abdullah sebelumnya akan berwasiat: "Pengganti atau khalifah saya adalah yang ini, atau yang ini, atau ini". Namun Sayyidina Ubaydullah memilih seorang yang menyemir sepatu. Sepatu
melambangkan kejahilan, karena dimasa lalu sepatu dibuat dari kulit keledai yang melambangkan kebodohan. Dia menyemir sepatu. Bagaimana interpretasinya? (Yaitu) Mengisi kalbu, menghapuskan kebodohan, membersihkan kalian pada tempat kalian duduk. Syaikh Abdullah selaku pembimbing, mengarahkan sang Wali Qutb pembersih sepatu tadi melalui hatinya, membersihkan, mengkilapkan setiap muridnya. Kalian tidak bisa membersihkan berlian hanya dengan diolesi ludah. Kalian harus menyemirnya.

Menyemir sepatu artinya membersihkan hati para murid dan menghapuskan kebodohan mereka. Agar bisa duduk di karpet bimbingan. Sekarang ini, ada saja orang datang, entah dari mana, memakai turban besar dan berjenggot lalu mengatakan "aku mursyid." Benar, kamu mursyid. (Tapi) kamu mursyid dalam soal apa? Mursyid yang sedang mengejar gelar BS-nya. (BS: bachelor of science. Maksud MSH, orang yang mengklaim dirinya mursyid ini sebenarnya hanya mahasiswa, yang masih menyelesaikan skripsi sarjana-muda-nya). Maulana Syaikh Nazim juga bercerita hal yang sama. Itulah irsyad kamu. Mursyid dalam hal apa? Mursyid yang ingin jadi sarjana muda (BS). Karena kalian penuh dengan impian jadi BS (sarjana muda), maka pertama-tama kalian jadi mursyid BS saja dululah. Sebelum kalian duduk jadi Syaikh dan membersihkan orang lain. Apa manfaatnya?".

Sayyidina Abdul Qadir mempunyai murid yang juga mursyid. Murid ini biasa memberikan suhbat dan semua orang mendengarkannya. Namun mursyid itu punya seorang anak laki-laki yang sangat berpendidikan dalam bidang Fiqih (Hukum Islam) dan Syari'ah. Anak itu berkata, "Oh ayahku (saja bisa) memberikan ceramah kepada ribuan orang. Jika aku yang mengajarkannya, mereka bukan saja akan terbuka matanya, tapi mereka akan berdiri dan mendengarkan energi dahsyat yang aku salurkan. Kesombongan.

Nah, pada satu hari sang ayah mengetahui apa yang ada dalam benak anaknya. Namun dia berpura-pura tidak tahu karena mewarisi sifat dari as-Sattar dan al-Ghaffar. Para wali tahu jika anak itu ingin bicara, dan terus bicara sampai Hari Kiamat. Maka biarlah dia bicara. Jadi sang ayah berkata, "Aku sakit hari ini. Banyak orang menunggu ceramahku. Dapatkah kau menggantikanku memberikan ceramah kepada mereka?" Si anak berkata dalam hati, "Oh, hari inilah kesempatanku dan aku akan memberikan ceramah." Dia pun pergi untuk memberikan ceramah. Sepuluh menit berlalu dan seluruh muridpun tertidur malah ada yang mendengkur. Mereka tertidur sangat lelap sehingga tidak bisa mendengar apa-apa. Putera sang murid tadi marah. Dia pun menghadap ayahnya dan berkata, "Oh ayahku! Hari ini terjadi sesuatu yang aneh." Ayahnya menjawab, "Oh anakku, tidak usahlah kamu bercerita. Mereka tidak mendengarkanmu, mereka tidur." Dia berkata, "Oh ayahku, bagaimana ayah tahu?" Ayahnya menjawab: "(Seharusnya), pertama yang harus kamu lakukan adalah membuang kesombongan dari hatimu, dan katakan kepada dirimu 'Akulah yang membutuhkan apa yang akan aku sampaikan,' maka akan sampai ke hati mereka. Itulah yang kamu harus lakukan. Barulah mata murid-murid itu akan terbuka. Jangan menganggap dirimu lebih baik dari mereka. Kau tidak lebih baik dari mereka." Jadi wali -murid- ini membersihkan sepatu. Menyemir sepatu. Jadi ini adalah sebuah "PS" (Polish Shoes). Bukan sebaliknya. Berkurang satu. (Dua kalimat terakhir situasional. Penerjemah/Editor tidak menangkap maksudnya. Ma'af).

Jadi, dia memberikan mereka sebuah PC (Personal Computer). Sebuah PC. Satu hari mereka memasukkan kaki mereka ke dalam PC yang bersih. Apa itu PC? Kalian tidak menyebut komputer (dengan istilah) "PC"? Dia membersihkan sepatu mereka, guna memberi PC bersih sehingga mereka bisa bepergian dengan PC itu. Sepatu-sepatu ini menjadi kendaraan untuk berjalan dalam Gnosticism (Ma'rifatullah). Itulah mengapa para Syaikh menyuruhnya agar saat para murid dating, mereka bisa menavigasi seluruh internet. Artinya membersihkan seluruh kepribadian kalian. Kemudian kalian akan menavigasi hati Syaikh dan kalian bisa menarik pengetahuan berharga dari hatinya. Itulah mengapa para wakil Syaikh yang sesungguhnya tahu bagaimana bernavigasi ke hati sang Syaikh dan mengambil pengetahuan berharga dari Syaikh mereka.

Dini hari tadi kita melaksanakan Sholat an-Najaat. Dan saya tahu bahwa Sahib [Hafiz Sahib, asisten MSH] ada dibelakang saya. Dan diantara Sahib dan Dr. Jamal ada seorang yang tinggi hingga mencapai langit. Untuk yang ini … kalian tidak bisa berkata, "Siapakah orang itu?" Orang itu (wali) bertanggung jawab membersihkan semua orang di sekitar sini. Kalian harus selalu siap. Kalian tidak tahu siapa yang akan datang. Kalian pikir Grandsyaikh mengijinkan orang-orang hadir dalam suatu di majelis mengenakan pakaian bekerja? Mereka harus punya satu stel pakaian yang hanya dikenakan saat menghadiri majelis. Mereka pakai baju tersebut dan saat pulang, mereka menggantungnya dan harus selalu bersih.

Jadi, dia menyemir sepatu mereka. Artinya dia mengobati kebodohan dan memberikan cahaya. Cahaya yang dapat digunakan untuk berjalan dalam kegelapan nafaq, terowongan yang gelap. Jika terowongan itu gelap penuh dengan sifat buruk, maka mereka harus bepergian disana dengan selamat. Jadi, kalian memahami hikmah mengapa Sayyidina Ubaydullah menunjuknya untuk menyemir sepatu. Kalian tahu hikmahnya. Kadang Syaikh kalian menugasi kalian melakukan sesuatu. Segeralah laksanakan; kalian tahu tidak akan sanggup, tetapi tetap kalian coba melakukannya. (Buktikanlah) pasti ada rahasia yang terjadi pada kalian saat kalian melaksanakan perintah Syaikh.

Jadi, 2 sifat yang berasal dari Rasulullah SAW adalah bil-mu'miniina ra'ufun rahim – penyayang dan baik hati kepada sesama orang beriman. Barang siapa mengucap laa ilaha illa-Allah, Rasulullah SAW akan mengapai orang tersebut dengan sifat penyayang yang dikaruniakan Allah SWT kepada beliau. Sehingga, apabila sang Syaikh sudah dihiasai …. Dan itulah mengapa Grandsyaikh berkata kalian harus memiliki 2 dari sifat Rasulullah SAW- yakni bersifat ra'uf (baik hati), sebagaimana Allah SWT uraikan dalam Kitab Suci al Qur'an, dan rahim. Apa itu rahim? [penyayang] penyayang dan baik hati. Pertama kalian harus baik hati, ra'uf. Kemudian setelah kalian menerima kebaikan datang dari orang lain, hiasilah orang lain itu dengan kasih sayang. Nah, jadi para Syaikh mewarisi 2 sifat ini untuk mendandani para pengikutnya.

Kemudian 2 sifat dari Sayyidina Abu Bakr as-Siddiq, yaitu "an yakoonu sadiqan wa mutasaddiqan". Wali itu haruslah siddiq, jujur dalam segala yang diucapkannya, wali harus menyampaikan kebenaran. Mutasaddiqan artinya seseorang yang memberi di jalan Allah SAW, memberi apapun bagi bangsa, maka orang itu disebut mutasaddiq, dia mengeluarkan hartanya dengan dermawan. Kalian harus jujur, selalu memberi dan tidak meminta-minta. Malah, bukan hanya memberi dan tidak meminta saja namun maksudnya disini adalah sadiqan-memberi dengan murah hati. Itulah artinya yang pertama. Artinya yang kedua adalah, wali itu harus mutasadiqan dari pengetahuan yang telah Allah SWT karuniakan kepadanya. Karena pengetahuan itu bukan miliknya, jadi ia juga harus menyebarluaskannya. Jadi, ketika kalian telah dihiasi oleh 2 sifat Rasulullah SAW tadi, kalian beranjak ke 2 sifat Sayyidina Abu Bakr, yang artinya beliau adalah orang yang jujur, sifat yang berasal dari sattaran ghaffaran. Beliau jujur dalam memperoleh sesuatu dan jujur dalam memberikannya kepada siapapun yang ingin bertambah baik, jika kita ingin bertambah baik.

Kemudian (Awliya juga) harus diwarisi 2 sifat dari Sayyidina 'Umar, yakni "an yakoon amaaran wa naha'an". Yaitu memerintahkan hal yang ma'ruf - untuk perbuatan dan amalan yang baik. Beliaulah satu-satunya sahabat yang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah kita diatas yang haqq atau yang baatil?" Rasulullah SAW menjawab, "Kita berada di atas yang haqq." Beliaupun bangkit dan melakukan panggilan yang terbaik, yaitu azan. Dan semua orangpun ketakutan, mereka lari. Sayyidina 'Umar tangguh dan kuat. Jadi, jika kalian ingin menjadi amaaran naha'an, pertama kalian harus mengingatkan diri sendiri untuk menjadi baik dan mengamalkan zikrullah. Sebagaimana yang Rasulullah SAW katakan kepada seorang lelaki yang datang menghadap dan berkata, "Terlalu banyak bagiku untuk melakukan Hukum Syari'ah." Rasulullah SAW menjawab, "Basahilah lidahmu dengan zikrullah." Ingatkanlah selalu diri kalian, agar melakukan hal-hal yang baik, seperti sholat dan lain-lain. Dan cegahlah diri kalian dari melakukan apa-apa yang disukai oleh ego. Itulah ayat fa alhamaha fujooraha…

Jadi, hentikanlah apa yang buruk dan lakukanlah apa yang baik.

Kemudian, 2 sifat dari Sayyidina 'Utsman adalah "an takuunu ta'aman li at-ta'ma "- Kalian harus membuka pintu rumah kalian, kalian harus punya Dapur Sup. Kalian harus menyediakan makanan. Kalian harus selalu punya makanan. Kalian tidak bisa berkata "tidak" (menolak) kepada siapapun yang mengetuk rumah anda dan bertanya apakah anda punya sesuatu untuk dimakan. Pintu rumah Sayyidina 'Utsman tidak pernah tertutup bagi siapapun yang datang ingin makan. Dan beliau punya tempat khusus untuk memberikan makanan bagi orang banyak.Dan beliau juga harus memberikan "makanan spiritual" dari apa yang telah Allah SWT bukakan kepadanya. An yakuunu musalliyan wan-naasi niyaam. Beliau bangun untuk sholat malam ketika orang lain sedang tidur. Itu artinya tidak ada satupun orang lain. Tapi ada Yang Satu (Esa). Itu artinya Yang Esa ada namun tidak seorangpun disana. Yang Esa selalu ada disana namun Yang Esa tersebut tidak harus ada disana. Jadi, kalian hanya bersama Tuhan kalian di Hadirat-Nya.

Dan akhirnya, kami telah menjelaskan semua tadi dengan singkat. Apa yang diwariskan pada kalian dari Sayyidina 'Ali adalah "an yakoonu 'aliman shuja'an" agar menjadi ulama pemberani karena Sayyidina 'Ali tidak takut kepada siapapun, tidak pernah berhenti atau melarikan diri, beliau selalu maju ke depan, tidak pernah menengok ke belakang, selalu menghadapi rintangan dan tidak menghindarinya.

Itulah mengapa Rasulullah SAW bersabda, "Ana madinatul ilmi wa 'aliyyun baabuha" Akulah kota pengetahuan dan Ali adalah pintu gerbangnya." Karena Sayyidina 'Ali sangatlah pemberani, Allah SWT membukakan kepadanya pintu pengetahuan. Dengan keberaniannya Sayyidina 'Ali membela Sayyidina Muhammad SAW ketika Rasulullah SAW menghadapi kesulitan-kesulitan besar.

Semoga Allah merahmati dan mengampuni kita, bi hurmatil Fatiha.



Sumber :
milis muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com
posted by Sri Rahayu Handayani